Upaya untuk memahami masyarakat sering dilakukan dengan melakukan pembedaan secara terpilah (dikotomi). Misalnya pemilahan antara masyarakat tradisional – modern, masyarakat desa – kota, kawulo – gusti (dalam kategori masyarakat patrimonial), Negara – masyarakat, dan lain sebagaianya. Dalam konteks sejarah, masyarakat kita telah mengalami perjalanan panjang dari kategori sejarah masyarakat patrimonial yang mengenal ideology kawulo – gusti, masyarakat tradisional dengan semangat solidaritas sebagai orientasi social, hingga saat ini ketika memasuki masyarakat industri yang menuju era globalisme.
Ketika memahami masyarakat Orde Lama kita sering menyimpulkannya sebagai masyarakat dengan segala ketertinggalan ekonomi. Sementara ketika memahami masyarakat di era Orde Baru kita sering menyebut sebagai masyarakat yang ditandai ketidaksetaraan.
Pembangunanisme di era Orde Baru telah menjadikan kota sebagai pusat industri manufaktur dengan daerah-daerah pinggiran sebagai satelit menopang industrialisasi di kota. Sedangkan daerah pedesaan dengan revolusi hijau, dilakukan penetrasi modernitas dengan pengembangan pertanian modern; melalui penetrasi capital, teknologi dan lembaga-lembaga di desa. Banyak penelitian yang menyimpulkan kegagalan strategi ini karena; terjadinya distribusi pertumbuhan ekonomi yang timpang, ketergantungan desa ke kota dsb. Daya serap industri-industri di daerah tersebut, berdampak penyerapan tenaga-tenaga hingga ke daerah-daerah pedesaan. Kota tumbuh sebagai daerah tujuan mencari kerja, akibatnya dalam waktu singkat menanggung beban migrasi yang tinggi. Secara sosial mengalami perubahan-perubahan cepat, sekaligus menanggung permasalahan perkotaan yang cepat pula. Di sisi berbeda, industrialisasi di era Orde Baru telah menyebabkan munculnya orang-orang kaya baru. Orang-orang kota yang tanahnya dibeli untuk perusahaan atau perumahan-perumahan, telah menggunakan modalnya untuk berbisnis atau mendirikan rumah-rumah kontrakan untuk buruh-buruh pabrik. Bahkan mereka mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi. Juragan-juragan di desa juga tidak sedikit yang makmur karena kebijakan revolusi industri. Bahkan buruh-buruh pabrik yang mampu menggabungkan pekerjaan mereka dengan bertani dan berdagang. Bahkan beberapa studi melihat adanya sisi positif di daerah-daerah masyarakat yang tingkat migrasinya ke Kota tinggi karena masyarakatnya membawa ekonomi ke desa. Kini masyarakat desa pun memiliki kebiasaan yang tidakjauh berbeda dengan masyarakat kaya di kota; mereka membaca Koran, menggunakan ponsel mahal, bahkan mengakses internet bukan suatu yang luar biasa bagi masyarakat desa. Orang-orang ini, adalah mereka yang mengalami transformasi status sosialdan bertemu dengan segala modenitas tetapi mereka juga masih terikat dengan nilai-nilai social di desa. Setiap tahun mereka pulang ke kampung untuk merayakan lebaran bersama, bahkan mereka masih rutin untuk menghadiri hajatan maupun perayaan-perayaan di desa mereka, bahkan telah mempertemukan nilai-nilai local itu dengan rasionalisme dan modernitas. Dengan demikian kelangsungan kehidupan desa sekarang sebenarnya tetap ada kesinambungan dengan masa lalu.
Inilah kenyataan masyarakat kita hari ini, dimana BABAD menjadikannya sebagai perspektif dalam melihat masyarakat. Fenomena dan peristiwa yang terjadi di masyarakat harus dilihat bukan sebagai suatu pemisahan nilai-nilai yang tegas antara modern dan tradisional, kemajuan atau keterbelakangan atau orang kaya dan orang miskin, Negara atau masyarakat. Sebagai media baru, BABAD bermaksud memberitakan setiap fenomena dimasyarakat sebagai pertemuan antara tradisi dan modern, antara semangat komunitas dan rasionalisme individualistic, antara peran Negara dan dinamika masyarakat. Ketika kita mendengar istilah komunitas kami tidak akan berpikir tentang tradisi; ketika kita mendengar pengaruh negara, kita juga tidak bisa berpikir tentang modernitas. Keduanya telah dipertemukan, diperbaiki bahkan dilebur menjadi satu di dalam pertemuan yang di-lokal-kan dengan realitas masyarakat desa. Hasilnya adalah campuran antara hal-hal lama dan baru, tradisi dan modern, lokal dan nasional, komunitas dan negara.
Dari perspektif ini, BABAD bermaksud berdiri sebagai media yang berusaha menempatkan diri menjadi mediating structures untuk menjembatani dan membuka ruang dialog antara nilai-nilai tradisional dengan rasionalisme modernitas, antara peran Negara dan kehendak masyarakat, antara kaya dan miskin, kemajuan dan ketertinggalan. Untuk mewujudkan visi tersebut, BABAD dalam terbitan perdana ini dan untuk seterusnya, menghadirkan rubrik-rubrik yang membuka masyarakat menemukan ruang untuk mengactualisasikan kepentingannya, rubric-rubrik yang bisa membangun komunikasi antar masyarakat, komunikasi dengan Negara serta ruang-ruang motivasi dan solusi. Sehingga masyarakat desa tidak lagi dilihat dalam kaca mata yang selalu terbelakang, sementara Negara bisa menemukan dinamika masyarakat sebagai modal social-ekonomi bagi pembangunan nasional dan kebangsaan. Amiin.


Silahkan Tinggalkan Komentar Dengan Akun Facebook Anda Di Kolom Bawah Ini


0 komentar:

Site Info


Google Pagerank Powered by  MyPagerank.Net

Add to netvibes


Subscribe in Bloglines